Jumat, 03 Februari 2012

Analisis Dana BOS


KEBIJAKAN PENYALURAN  DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
Tugas Ujian Akhir Analisis Kebijakan Publik





Disusun Oleh :
Rurry Andryanda
11/322272/PMU/06991




Magister Studi Kebijakan
Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2011
I. LATAR BELAKANG MASALAH

Banyak pihak kembali harus merenung tentang makna pendidikan, setelah beberapa tahun ini pendidikan semakin tak terbeli oleh rakyat kecil. Mampu menciptakan manusia yang berbudaya, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, mampu memaknai hidup dengan nilai-nilai keadilan, arif dan bijaksana adalah esensi pendidikan yang sebenarnya. Makna pendidikan ini teramat penting untuk bermimpi terhadap pendidikan yang ideal. Pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengangkat derajat kehidupan manusia yang lebih baik. Pendidikanlah yang membawa sebagian wanita-wanita mampu mengelola kehidupan lingkungannya. Mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dan meningkatkan kesehatan lingkungan dan reproduksi secara lebih baik.
Pendidikan jugalah yang sekarang membawa Jepang tampil sebagai negara super dalam bidang teknologi padahal ditengah tahun 1945 Jepang luluh lantak karena bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Menghitung para guru yang masih hidup adalah hal pertama yang dilakukan Jepang saat itu dan sekarang Jepang telah membuktikan bahwa bangsa besar adalah bangsa yang mampu peduli dengan pendidikan. Pendidikan bukanlah investasi dalam pengertian kapitalistik arus pemikiran yang mengungkapkan bahwa pendidikan adalah investasi yang akan membawa bangsa ini ke dalam lembah-lembah materialisme, liberalisme, dan kapitalisme. Pendidikan adalah milik setiap warga negara milik semua manusia, pendidikan diciptakan untuk memotivasi manusia supaya mengenal potnsi yang ada dalam diri, lingkungan dan komunitasnya. Pengenalan yang baik atas potensi ini dengan dilandasi nilai-nilai kehidupan yang berbudaya akan membawa kepekaan manusia terhadap pentingnya pemafaatan segala sumberdaya untuk kemanfaatan bersama (Dwiyanto, 2009:14).
Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia, yang menjadi kebutuhan dasar yang harus diterima setiap warga negara. Penganggaran publik disektor pendidikan harus dilihat secara menyeluruh dengan anggaran-anggaran pemerintah yang lain dan ini tidak dapat dinafikan begitu saja. Pemerintah selaku pemegang kewenangan harus memahami segala dimensi prioritas, modal serta tuntutan publik yang berkembang. Pada era desentralisasi peduli terhadap pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan khususnya bagi pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah dengan segala strukturnya birokrasinya harus mampu menunjukkan kapasitas mereka dalam hal ini. Dan sektor pendidikan adalah sektor yang menjadi prioritas.
Pendidikan bukanlah monumen yang berdiri angkuh dan tegak menantang langit sendirian. Sistem pendidikan sangatlah komplek. Sehingga, perhatian yang ekstra harus diberikan. Melihat sistem pendidikan secara komprehensif pendidikan kita akan berhati-hati melihat perkembangan dan cita-cita kemanjuan pendidikan. Penganggaran publik di sektor pendidikan misalnya, harus dilihat secara menyeluruh dengan anggaran-anggaran pemerintah yang lain dan ini tidak dapat dinafikan begitu saja. Sampai disini, pemerintah selaku pemegang kewenangan harus memahami segala dimensi prioritas, model serta tuntutan publik yang berkembang.
Pemerintah telah menyusun skala prioritas untuk mencerdaskan bangsa, dan bisa jadi itu berawal dari bertambahnya anggaran pendidikan atau bahkan dipenuhinya anggaran pendidikan yang 20 persen. Model sistem pendidikan harus disusun sangat hati-hati sebab ini berkaitan dengan hak setiap warga negara, hak asasi setiap manusia. Satu catatan terpenting untuk pemerintah dan elit perguruan tinggi negeri: warga miskin harus tetap bersekolah. Tantangan ini harus disambut dengan komitmen memberikan subsidi yang memadai dan menetapkan biaya pendidikan yang terjangkau bagi rakyat miskin. Tak ada kata yang sulit jika sudah berkomitmen.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
Seperti yang telah diatur dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pasal 34:
Ø  Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
Ø  Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Ø  Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
Pasal 51:
Ø  Pengelolaan satuan pendidikan dasar dilaksanakan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah
PP No 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 3:
Biaya pendidikan terdiri dari:
Ø  Biaya Satuan Pendidikan
a. Biaya Investasi
b. Biaya Operasi
c. Bantuan Biaya Pendidikan
d. Beasiswa
Ø  Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan
Ø  Biaya Pribadi Peserta Didik
Pasal 5:
            Pemerintah pusat atau pemerintah daerah dapat mendanai investasi dan/atau biaya operasi satuan pendidikan dalam bentuk hibah atau bantuan sosial sesuai peraturan perundang-undangan.
Salah satu program yang mendorong kemajuan pendidikan adalah program BOS yang  merupakan sebuah kebijakan sektor pendidikan dari pemerintah untuk melaksanakan mandat dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada Pasal 34 Ayat (2). Dan kemudian diatur ketentuan tentang wajib belajar ini dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 juga diatur mengenai Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
Pengalokasian anggaran pendidikan yang ditetapkan berdasarkan amandemen ke IV UUD 1945 mencantumkan anggaran sebesar 20 persen. Pengangaran ini diharpkan secara subtantif menunjukkan ketrpihakan pemerintah kepada pendidikan karena pemerintah adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap keberlangsungan negri ini dan menciptakan generasi yang unggul untuk melanjutkan pencapaian cita-cita bangsa. Kemudian dengan anggaran 20 persen dari total anggaran nasional, banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, minimal mendesak untuk dapat melaksanakan program percepatan pembangunan nasional di sektor pendidikan yang telah tertinggal oleh negara-negara maju. Selain itu, dengan anggaran 20 persen dari total anggaran nasional, pemerintah secara otomatis akan berfikir serius dalam hal menentukan anggaran yang benar-benar patut diberi dana. Dengan angka 20 persen pemerintah lebih bisa menunjukkan keterpihakan kepada rakyat miskin. Wujudnya adalah pemrintah dengan dana yang besar itu dapat menciptakan ruang bagi rakyat miskin. Sehingga rakyat miskin dapat dicerdaskan dengan sistem pendidikan nasioanal.
Pelaksanaan program pembangunan pendidikan pemerintah ditentukan oleh indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.  Pada tahun 2005  APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Salah satu program pendidikan yang ikut berperan dalam pembangunan di sektor pendidikan adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, program ini telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas. (http://bos.kemdiknas.go.id).
Meskipun pada mulanya, program BOS tidak menunjukkan arah kebijakan yang selaras dengan mandat Pasal 34 diatas, akan tetapi janji pemerintah untuk mencapai kebijakan ”tanpa memungut biaya” sudah mulai menunjukkan arah yang sesuai tatkala program ini memasuki Tahun Anggaran 2009. Dan pada tahun anggaran 2011 ini, Program BOS sudah memasuki tahun ke enam. Dan sudah banyak upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan sistem penyelenggaraan program ini.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tahun 2011 ini memasuki tahun keenam. Hingga saat ini juga program BOS masih memiliki berbagai macam masalah diantaranya penyaluran dana BOS. Efek atau akibat yang ditimbulkan dari permasalahan ini adalah terhambatnya pencapaian tujuan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana BOS tersebut. Pada tahun 2011 ini, pemerintah pusat dan DPR mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 16 triliun untuk jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Dana BOS ini diharapkan akan mensukseskan program wajib belajar 9 tahun.
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ini sudah diberlakukan sejak tahun 2005. Mulai tahun 2011 pemerintah memberlakukan kebijakan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang berbeda yaitu Kebijakan Pengalihan Mekanisme Penyaluran Dana BOS Tahun 2011.Berdasarkan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab./Kota:
            Urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar. Dan berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah 2011:
Mulai Tahun 2011, Dana BOS yang selama ini dianggarkan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional akan dipindahkan ke dana penyesuaian, dimana dana BOS tersebut akan disalurkan langsung dari Kas Negara ke Kas Daerah kemudian akan disalurkan langsung ke rekening sekolah dengan mengikuti mekanisme APBD.














Titik Potensi Maslah Penyaluran Dana Bantuan Oprasional Sekolah 2011

Titik Kritis
Potensi Masalah
BUD/PPKD


Sekolah Swasta
·         Keterlambatan penyaluran dana dari BUD/PPKD ke sekolah swasta.
·         Salah nomor Rekening
BUD/PPKD
 


BPP/Dinas Pendidikan
Keterlambatan penyampaian RKA dan SPM dari Dinas Pendidikan ke BUD/PPKD.
BUD/PPKD


BPP/Dinas Pendidikan.
Keterlambatan penyampaian SP2D dan transfer dana dari BUD/PPKD ke Dinas Pendidikan
BPP/Dinas Pend.


Sekolah Negeri
·         Keterlambatan penyaluran dana dari Dinas Pendidikan ke sekolah negeri.
• Salah nomor rekening
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011










Prinsip Dasar Dana BOS Tahun 2011
1. Pengalihan mekanisme penyaluran Dana BOS tidak mengubah prinsip dasar pengelolaan Dana BOS di sekolah.
2. BOS tidak terlambat disalurkan ke sekolah setiap Triwulan-nya.
3. Penyaluran dana BOS dalam bentuk uang tunai (tidak dalam bentuk barang), tepat jumlah, dan tepat sasaran.
4. BOS tidak digunakan untuk kepentingan di luar BOS. Petunjuk pelaksanaan/ penggunaan tetap berpedoman pada Panduan Kemendiknas.
5. Pengalihan penyaluran bukan berarti sebagai pengganti kewajiban daerah untuk menyediakan BOSDA.
6. Penyaluran Dana BOS ke Sekolah tidak perlu menunggu pengesahan APBD.
7. Disamping menyediakan BOSDA, Kab./Kota harus menyediakan dana untuk manajemen Tim BOS Kab./Kota (termasuk monitoring dan evaluasi)
8. Kewenangan mengelola dana BOS tetap berada di sekolah (prinsip Manajemen Berbasis Sekolah).
Tujuan diberlakukannya kebijakan pengalihan mekanisme penyaluran dana BOS tahun 2011-2012 ini menurut pemerintah pusat adalah agar pemerintah daerah (Pemda) terlibat dalam penyaluran, penggunaan, dan pengawasan dana BOS. Hal ini disebabkan dalam mekanisme sebelumnya (2005-2010), pemerintah pusat menilai, Pemda seringkali lepas tangan dalam melakukan pengawasan. Selain itu, pemerintah pusat sengaja melibatkan Pemda sebagai bagian dari upaya penguatan semangat otonomi daerah, dimana pendidikan merupakan salah satu sektor yang kewenangannya diserahkan kepada Pemda.
           
II. LINGKUP DAN RAGAM MASALAH
            Sekolah sebagai tempat untuk membangun generasi masa depan harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah, jika hendak ikut andil dalam persaingan di era globalisasi. Kepedulian pemerintah terhadap sektor pendidikan ini harus dievaluasi terbukti di banyak laporan penyaluran dana BOS belum optimal. Pendidikan merupakan “basic need” yang dibutuhkan oleh setiap warga negara, pendidikan nasional tidak akan berhasil mana kala tidak memiliki sarana infrastruktur yang memadai untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, buku-buku penunjang pelajaran yang berkualitas dan guru yang menjadi tenaga pendidik yang profesional. Pada tahun 2003 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada peringkat 112 dari 175 negara, sementara Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) pada peringkat 33 dari 94 negara jika dibandingkan denga negara ASEAN lainnya. Tiga faktor utama yang dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Angka diatas menunjukkan betapa bangsa Indonesia harus segeta “berlari” untuk mengejar ketinggalannya dari negara-negara yang lain. Angka diatas juga menunjukan bahwa pengelolaan pendidikan harus mendapat pengawasan yang lebih serius.    
            Program PKPS-BBM bidang pendidikan yang kemudian lebih popular dengan sebutan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringkankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun (Depdiknas, 2006). Sasarannya adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta diseluruh propinsi seluruh Indonesia.
            Program BOS sudah diberlakukan mulai tahun 2005 sampai sekarang, tetapi masalah yang muncul merupakan masalah klasik atau masalah yang selalu muncul di tiap tahunnya dan belum mendapat solusi pemecahan yang terbaik. Permasalahan seperti tidak semua siswa mendapat dana BOS, penyaluran dana BOS yang terlambat dan selalu muncul. Permasalahan antara tahun 2005- 2010 adalah tidak semua siswa mendapatkan dana BOS. Pada prinsipnya penyaluran dana ke sekolah-sekolah penerima bantuan sudah sesuai dan telah dilakukan dengan tepat waktu yaitu saat terbitnya SP2D (Surat Persetujuan Pembayaran Dana). Permasalahan tidak semua siswa mendapatkan dana BOS terjadi karena pelaksanaan verifikasi jumlah siswa masih belum berjalan dengan baik. Sebagai contoh yang terjadi di Sekolah Dasar (SD) di Sulawesi Tenggara, data jumlah siswa penerima bantuan tahun 2005 tidak valid sehingga menyebabkan 14.666 siswa tidak mendapat bantuan. (http://isjd.pdii.lipi.go.id). Penyebab dari masalah ini adalah selain kesalahan input data oleh pihak Diknas Kabupaten/Kota, keterlambatan sekolah dalam memasukkan data jumlah siswa penerima bantuan dana BOS ketika memasuki tahun ajaran baru menjadi faktor utamanya.
             Kebijakan penyaluran dana BOS di tahun 2005-2010 memiliki sisi positif atau kelebihan yang dapat diambil yaitu dengan menggunakan sistem kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana tahun 2005-2010 perencanaan menjadi mudah dan cepat karena dialokasikan via Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) provinsi. Selain itu penyaluran dana ke sekolah juga cepat dan seragam antara sekolah negeri dan swasta, dana juga disalurkan sebagai hibah dan dalam sistem ini pemerintah provinsi berperan dominan sehingga memudahkan untuk dilakukannya monitoring dan evaluasi secara cepat. Adapun kelemahan dari sistem ini yaitu belum memenuhi amanat PP 38/2007 yang menyatakan bahwa urusan pendidikan dasar adalah kewenangan Kabupaten/ Kota sehingga dalam sistem ini peran dari Kabupaten/Kota menjadi minimalis serta tidak adanya sinkronisasi BOS dengan program Pemda Kabupaten/ kota. Kelemahan-kelemahan tersebut akhirnya menjadi dasar terjadinya perubahan mekanisme penyaluran dan pengelolaan dana BOS.
Dengan pola penyaluran dana BOS yang baru, sama sekali tidak berimplikasi pada tertutupnya potensi masalah lama seperti kelemahan manajemen. Justru terindikasikan bahwa pola baru tersebut membawa masalah baru, yaitu makin terbuka dan tersebarnya modus baru penyelewengan dan korupsi atas dana BOS. Masalah itu terkait pola penyaluran baru seperti keterlambatan dan macetnya penyaluran BOS. Sebagian besar terjadi pada saat dana BOS telah diterima di kas daerah, akan tetapi tidak segera dicairkan untuk sekolah-sekolah. Beberapa masalah langsung muncul mengikuti keterlambatan pencairan dana BOS. Beberapa sekolah terpaksa harus menanggung terlebih dahulu kebutuhan operasional sekolah hingga dana BOS cair. Bahkan, beberapa guru swasta dan honorer terpaksa tidak menerima gaji akibat BOS yang terlambat. Disinyalir keterlambatan ini merupakan upaya yang disengaja untuk mendapatkan bunga dengan diendapkan dulu di bank. Dalam beberapa kasus, dana BOS sering dipinjamkan ke pihak lain atau untuk membayar hutang dan bunga pinjaman. Lalu digunakan untuk membayar bonus dan transportasi rutin guru atau pihak luar sekolah.
Permasalahan Program BOS di Indonesia, secara konsep program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin atau tidak mampu agar mereka dapat memperoleh layanan pendidikan Wajib Belajar yang memadai dan bermutu. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menujukkan bahwa masih terjadi ketidaksesuaian pengelolaan BOS. Permasalahan yang muncul seputar Bantuan Operasional Sekolah baik pada taraf nasional maupun pada tingkat daerah sebagai program penunjang wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh Diknas sangat beragam, mulai dari asal dana hingga penyaluran dan pengalokasiaannya. Masalah yang muncul saat ini adalah mengenai keterlambatan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah sehingga menyebabkan banyaknya sekolah yang berusaha mencari pinjaman pada pihak ketiga agar dapat tetap menjalankan aktivitas kegiatan belajar mengajar.

III. Pernyataan Masalah
           
                   Bank Dunia (World Bank) menyatakan, akuntabilitasi dan transparansi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disalurkan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) buruk. Education Sector Leader World Bank, Mae Chu Chang mengatakan, berdasarkan hasil studi baseline BOS yang dilakukan Bank Dunia, terungkap bahwa informasi dana BOS dan penggunaannya hanya diketahui sebagian kecil orang tua. Orang tua hanya mengetahui perihal BOS secara datar dari media, lingkungan sekitar, dan sekolah. Hasil analisis Bank Dunia menyebutkan, dari sebagian besar responden yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), pengetahuan orang tua tentang BOS masih rendah. Temuan Bank Dunia adalah sebagian besar orang tua pernah mendengar tentang BOS (86,13%), mengetahui kepanjangan BOS (46,67%), mengetahui tujuan BOS (44,78%), mengetahui jumlah dana BOS (2,49%), dan mengetahui penggunaan BOS (25,51%). Chang juga menyatakan, ketiadaan pemahaman orang tua terkait BOS karena keterbatasan informasi inilah yang menyebabkan buruknya transparansi dan akuntabilitas BOS. Namun, menurutnya bisa juga sebaliknya, rendahnya pengetahuan dan partisipasi orang tua disebabkan rendahnya transparansi dan akuntabilitas sekolah dalam mengelola BOS. Hal tersebut dikemukakannya di Gedung Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Jakarta (08/08) (htth://Harian Seputar Indonesia.com)
            Hal lain yang terungkap dari hasil analisis itu adalah rendahnya frekuensi orang tua diundang ke sekolah untuk dialog mengenai dana BOS. Chang juga menyatakan, terbatasnya papan pengumuman sekolah mengenai pemakaian dana BOS turut menyebabkan penyaluran dana BOS patut diawasi secara maksimal. Padahal, ujarnya, berdasarkan kesimpulan analisis, sebenarnya orang tua memiliki kepedulian tinggi pada sekolah, terutama pada kualitas sekolah, dan memiliki kemauan besar jika dana BOS tidak mencukupi. Menurutnya, para orang tua pada dasarnya mau berkontribusi, dan ini adalah potensi yang harus diapresiasi oleh sekolah. Menurut Chang, untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas BOS, pemerintah harus segera meningkatkan partisipasi aktif orang tua dalam perencanaan dan pengawasan BOS.Termasuk melakukan kampanye informasi dana BOS langsung ke orang tua melalui jalur sekolah, media maupun komunitas masyarakat. Chang menjelaskan, studi Bank Dunia dilakukan kepada 3.600 orang tua di 720 sekolah di Indonesia. Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengakui bahwa partisipasi orang tua dalam BOS masih sangat rendah. Karena itu, Mendiknas mengajak orang tua wali murid untuk ikut serta dalam perencanaan penggunaan dana BOS sehingga tepat sasaran. Hal ini penting karena BOS membantu masyarakat tidak mampu untuk bersekolah dan untuk turut menyukseskan program wajib belajar 9 tahun. Partisipasi masyarakat, ujarnya, selain bisa dilakukan dengan datang langsung ke sekolah juga bisa mengakses nomor bebas pulsa Kemendiknas di 177. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu mengatakan, pada Tahun 2008 ada 40,2 juta siswa yang telah merasakan manfaat BOS. Jumlahnya sangat besar, maka pihaknya sangat mengharapkan peran aktif orang tua untuk mengawasinya. Peran serta masyarakat, ujarnya, dapat bekerja sama dengan komite sekolah. Partisipasi yang diharapkan dari orang tua dalam penyaluran dana BOS ini, menurut Mendiknas, dimulai dari proses pendataan siswa, verifikasi jumlah siswa sampai pengawasan penggunaan dana BOS di sekolah. Nuh menjelaskan, dana BOS yang diberikan ke SD/Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota sebesar Rp400.000,- per siswa per tahun dan SD di kabupaten sebesar Rp397.000,- per siswa per tahun. Kemudian, BOS untuk SMP/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di kota sebesar Rp575.000,- dan untuk wilayah kabupaten per siswa per tahunnya mencapai Rp570.000,- Mendiknas juga memerintahkan kepada Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kemendiknas, agar BOS dapat tepat sasaran, harus ada penyempurnaan pedoman. Tidak cukup hanya membagikan buku pedoman, tapi juga memerlukan pelatihan pihak sekolah.
            Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik (Akuntabilitas Instansi Pemerintah, BPKP, Edisi V, 2007).
            Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada pemborosan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2009-2011 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri dalam jumpa pers review kebijakan dana BOS, Rabu (14/12/2011), di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.
            Banyak hal yang ditemukan sebagai kekurangan dan kelemahan dari Program BOS ini. Sejak dari sisi substansi kebijakan, pengadaan anggarannya, hingga ke tingkat pelaksanaan dilevel terbawah (sekolah). Berbagai temuan tersebut membutuhkan kerja keras Pemerintah untuk makin menyempurnakan skema/sistem kerja dari Program besar ini. Untuk memberikan ruang publik bagi refleksi dan evaluasi kritis dari berbagai sudut pandang, terutama sudut pandang masyarakat sipil.
            Sering kita jumpai, para kepala daerah yang mengatakan daerah mereka sudah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%, tetapi termasuk di dalamnya dana BOS. Padahal dana BOS adalah dana yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Disinilah letak pembohongan publik yang dilakukan oleh kepala daerah. Beberapa modus yang dilakukan oleh kepala daerah yaitu dengan cara memperlambat pengucuran dana ke sekolah. Dana BOS yang sudah ditransfer oleh Kementerian Keuangan kepada kas umum daerah sengaja disimpan dalam beberapa waktu dengan tujuan memperoleh bunga atau digunakan terlebih dulu untuk membayar rekanan atau pihak ketiga dan Beberapa Daerah kurang memahami Surat Edaran Bersama Mendagri dan Mendiknas No. 900/5106/SJ danNo. 02/XII/SEB/2010.
            Kewenangan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2011 kini telah berada di tangan pemerintah daerah. Program BOS bertujuan agar seluruh siswa SD dan SMP negeri bebas dari pungutan biaya operasional sekolah, terutama mereka yang berasal dari keluarga miskin. Adapun bagi siswa sekolah swasta, BOS diharapkan dapat membantu meringankan beban biaya operasional sekolah. Pembebasan ataupun peringanan biaya operasional sekolah tentunya mutlak perlu dinikmati oleh para pelajar tanpa hambatan prosedural dan kejahatan korupsi. Bila kemacetan penyaluran dana BOS saja bisa sangat mengganggu hak pendidikan para pelajar, apalagi dengan kejahatan penyelewengan dan korupsi. Hal itu sama saja berarti melanggar hak konstitusional para pelajar.
            Dana BOS juga seharusnya secara eksklusif mampu mencapai sasarannya, yaitu para pelajar. Tidak adil bila sekolah memaksakan diri “menyempurnakan” bangunan fisik gedung sekolah, tapi di sisi lain pelajar tetap harus mengeluarkan dana untuk membeli buku pelajaran, perlengkapan sekolah, SPP, hingga karya wisata. Dana BOS juga tidak hanya diperuntukkan bagi pemenuhan kesejahteraan tenaga pendidik. Baik pemerintah daerah maupun lembaga pendidikan sebaiknya fokus pada sasaran dana BOS, yakni kepentingan operasional setiap pelajar.
            Mulai tahun 2011, dana BOS mengalami perubahan mekanisme penyaluran. Semula dari skema APBN, kini berupa dana perimbangan yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk BOS sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 10/2010 tentang APBN 2011. Alokasi dana program BOS 2011 sendiri mencapai Rp 16,8 triliun (untuk sekitar 37,8 juta siswa SD dan SMP) yang akan ditransfer ke daerah melalui mekanisme dana alokasi umum/dana alokasi khusus (DAU/DAK). Setiap tahun, anggaran BOS (per satuan siswa) memang terus meningkat. Pada tahun 2011 untuk per siswa SD mendapat anggaran sebesar Rp. 400.000,- dan siswa SMP sebesar Rp. 575.000,-. Total anggaran dana BOS tahun 2011 sebesar Rp. 16,8 triliun. Akan tetapi, menurut anggota Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, amat disayangkan penggunaan BOS di sekolah masih didominasi belanja untuk pos honorarium guru/guru honorer dibanding peruntukan awalnya, yaitu belanja pos siswa. (HMINEWS.com).
           
IV. Alternatif Kebijakan
Kebijakan publik tidak hadir dalam ruang hampa. Kebijakan publik merupakan alat (tool) dari suatu komunitas yang melembaga untuk mencapai social beliefs about goodness. keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik dalam mencapai goodness secara efektif akan melahirkan kepercayaan sosial baru. Di satu sisi, keberhasilan kebijakan publik akan memperkuat (strengthening) kepercayaan sosial yang dipegang, di sisi yang lain kegagalan  kebijakan publik akan melemahkan bahkan dapat meruntuhkan kepercayaan sosial yang dipegang (Nugroho, 2009:40).
Pembuatan kebijakan publik biasanya terdiri dari berbagai macam komponen (unsur). Masing-masing komponen tersebut dihubungkan oleh komunikasi serta mekanisme umpan balik yang memungkinkan untuk berinteraksi dengan cara yang berlainan. Proses kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu proses, yakni merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan yang berlangsung dalam satu struktur. Pembuatan proses kebijakan publik merupakan kegiatan yang dinamis karena ia dapat berubah sepanjang waktu. Perubahan itu mungkin menyangkut langkah-langkah atau tahapan-tahapan dari sub-sub prosesnya maupun tahapan-tahapan yang teradapat didalam sub-sub proses itu sendiri (Solihin, 2008:56).
Dalam membuat sebuah kebijakan yang baik, sebelum mengembangkan alternatif kebijakan maka diperlukan sebua proses yang dinamakan mengumpulkan informasi dan sumber-sumber, yaitu menunjuk adanya aktivitas untuk mengumpulkan informasi dan sumber-sumber yang bisa menunjang perumusan kebijakan secara baik.  Sehingga dalam melihat bagaimana sebenarnya pendekatan terbaik terhadap permasalahan bagaimana mengatasi keterlambatan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah yang merupakan penyebab utama pihak sekolah harus berusaha mencari pinjaman pada pihak ketiga untuk mencukupi kebutuhan operasional sekolah, pembuat kebijakan dapat mengumpulkan informasi mengenai permasalahan ini dari : Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan selaku pihak yang berwenang dalam menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi, Pihak Sekolah dan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, seiring dengan didengungkannya ide good governance pemerintah pun terus menerus menggemborkan prinsip-prinsip yang ada yang ada dalam ide ini, pembentukan governence bodies adalah hal yang dianggap mampu menjembatani keingginan pemerintah dan keingginan publik.
Komite sekolah adalah salah satu contoh kongkret yang tepat sekali dalam hal ini. Asumsi yang dikemukakan dalam logika berfikir ide ini adalah bahwa pemerintah sudah harus mengurangi intervensi yang berlebihan daalam sektor publik, memberikan kepada publik ruang untuk berekspresi menententukan nasibnya sendiri. Publik harus diajak berbicara mengenai keingginan dan masa depannya. Komite sekolah adalah institusi yang bukan publik dan juga bukan privat, hali ini cukup sulit untuk diletakkan secara tegas  dalam dua ranah tersebut. Kehadiran komite sekolah diharapkan dapat memberikan ruang bagi publik untuk menentukan sendiri kebutuhan dan cara bagaimana memenuhi kebutuhannya tersebut. Publik dalam hal ini dianggap sudah dewasa dalam menentukan nasibnya. Dalam perkembangannya dibutuhkan alternatif kebijakan yang baik untuk mendukung suksesnya keiinginnan publik dan pemerintah.
Pengembangan alternatif-alternatif adalah menunjuk adanya aktivitas kebijakan-kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah tersebut, berdasarkan informasi-informasi dan sumber-sumber yang telah didapat.
Adapun tiga alternatif itu antara lain:
-          pertama, metode penyaluran dana BOS tetap akan seperti saat ini, yaitu dari pemerintah pusat ditransfer kepada kas daerah untuk kemudian diserahkan oleh daerah kepada sekolah. Dengan catatan pemerintah harus dapat menunjukkan diri sebagai institusi yang komitmen untuk bersama-sama maju sebagai bangsa yang berbudaya dan menegakkan, aturan dan sangsi akan setiap pelanggarannya yang terjadi.
-          Kedua, dilakukan pemilihan terhadap daerah mana saja yang dinilai siap dengan metode penyaluran dana BOS seperti saat ini, yaitu dari pemerintah pusat ditransfer kepada kas daerah. Sebaliknya, daerah yang dinilai belum siap maka akan dikembalikan dengan metode penyaluran dana BOS pada tahun sebelumnya, yaitu dari pusat langsung ditransfer ke nomor rekening sekolah. Pada dasarnya SD dan SMP itu diurus oleh pemerintah kabupaten/kota. Cara melihatnya, yaitu record penyaluran BOS selama 2011 ini dan ditinjau oleh komite sekolah secara langsung serta komite sekolah berani untuk bertindak dan melaporkan kepada pihak berwajib jika penggunaan dan BOS tidak sesuai aturan
-          Alternatif ketiga, semuanya akan ditarik kembali oleh pusat. Untuk selanjutnya akan dipilah daerah mana saja yang dianggap telah siap menyalurkan dana BOS dan daerah berkomitmen dengan siap diawasi baik oleh komite sekolah maupun pihak LSM dan pihak-pihak terkait lainnya.
           
            Kemudian, solusi yang sudah diberikan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan Pedoman dan petunjuk penggunaan dana BOS dan telah disebarluaskan kepada seluruh lapisan masyarakat melalui media cetak, radio, dan elektronik, juga diklat untuk tenaga pendidik terkait. Dalam pedoman ini terdapat beberapa penerapan sanksi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BOS yang dapat merugikan negara/daerah dan/atau sekolah dan/atau siswa yang akan diberikan oleh aparat/pejabat yang berwenang. Sanksi yang dapat diberikan kepada mereka yang melakukan pelanggaran dapat diberikan dalam bentuk:
1. Penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku (pemberhentian, penurunan pangkat, mutasi kerja)
2. Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi.
3. Penerapan proses hukum.
4. Pemblokiran dana untuk penyaluran periode berikutnya dan penghentian sementara seluruh bantuan pada tahun berikutnya kepada Kab/Kota dan Propinsi, bilamana terbukti pelanggaran tersebut dilakukan secara sengaja dan tersistem untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok, atau golongan.
       Selain itu, Kementrian Pendidikan Nasional telah melakukan mitigasi dengan membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) sejak akhir tahun 2010 lalu. Tim inilah yang bertugas mengawasi proses penyaluran dana BOS. Beberapa hal yang akan dimonitor misalnya waktu transfer ke rekening-rekening sekolah, jumlah uang yang ditransfer dan kontrol penggunaan dana tersebut oleh sekolah-sekolah yang bersangkutan. Anggota tim ini terdiri dari satu orang perwakilan dari Kementerian Pendidikan Nasional, satu orang dari Kementerian Keuangan, dan satu dari Dinas Pendidikan Daerah. Karena dana ini juga menyangkut APBN, anggota tim monitor juga beranggotakan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kegiatan Monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dana BOS adalah dilakukan oleh lembaga di luar program (monev eksternal) yang kompeten,   antara lain :
1. Instansi pengawasan: BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, dan Bawasda Propinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Tim monitoring Independen: Perguruan Tinggi, DPR, BIN atau Tim Independen Khusus yang ditunjuk oleh Pemerintah.
3. Unsur masyarakat dari unsur Dewan Pendidikan, LSM, BMPS, maupun organisasi kemasyarakatan/kependidikan lainnya.
4. Unit-unit pengaduan masyarakat yang terdapat di sekolah/ madrasah, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.

V. Rekomendasi Kebijakan
            Pendidikan nasional adalah sektor yang seharusnya menjadi prioritas bangsa, secara eksplisit dalam UUD 1945 telah berpihak dengan didengungkannya anggaran pendidikan 20%, pemerintah harus memikirkan masalah ini dengan sunguh-sunguh. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah ketika anggaran 20% telah terpenuhi karena hal ini juga terkait dengan basic need warga negara. Mendapatkan pendidikan adalah hak publik, sehingga jika eksekutif dan legislatif tidak mempedulikannya, maka mereka pun sebenarnya tidak berpihak kepada publik.
            Prosedur analisis kebijakan dari rekomendasi memungkinkan analisis menghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi di masa mendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Prosedur rekomendasi meliputi transformasi informasi mengenai kebijakan di masa depan kedalam informasi mengenai aksi-aksi kebijakan yang akan menghasilkan keluaran yang bernilai. Untuk merekomendasikan suatu tindakan kebijakan khusus diperlukan adanya informasi tentang konsekuensi-konsekuensi dimasa depan setelah dilakukannya berbagai alternatif tindakan. Sementara itu, membuat rekomendasi kebijakan juga mengharuskan kita menentukan alternatif mana yang paling baik dan mengapa. Oleh karenanya prosedur analisis kebijakan dari rekomendasi terkait erat dengan persoalan etika dan moral (Dunn,2003: 405).
            Proses pemilihan alternatif yang ada diantaranya dikembangkan dengan mengunakan metode may.
            Metode May Untuk Rekomendasi Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Oprasional Sekolah

Variabel Kebijakan
Tingkat Manipulasi
Terbatas
Sedang
Luas
Mekanisme Penyaluran dana BOS
Kementrian Pendidikan, Dinas Pendidikan Propinsi, Sekolah
Kementrian Pendidikan, Kemenkeu, Kas Umum daerah Kab/Kota, Dinas Pendidikan, Sekolah
Kementrian Pendidikan, Kemenkeu, Dinas Pendidikan Propinsi, Instansi pengawasan tim Monev independen, Komitte Sekolah terlibat langsung
Waktu Penyaluran Dana Bos
Triwulan I menunggu data base dari secara detail dan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah tahun ajaran baru. Dan menunggu pengesahan APBD
Triwulan I menunggu data base dari secara detail dan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah tahun ajaran baru. Dan menunggu pengesahan APBD
Triwulan I tidak menunggu data base dari secara detail dan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah serta Laporan Triwulan I tidak dijadikan prasyarat untuk pencairan dana triwulan II, tidak menunggu pengesahan APBD

Transparansi penyaluran  dana BOS
sekolah tidak mengumumkan laporan bulanan pengeluaran dana BOS dan barang-barang yang dibeli sekolah di papan pengumuman.
sekolah mengumumkan laporan bulanan pengeluaran dana BOS dan barang-barang yang dibeli sekolah di papan pengumuman, jika diminta.
sekolah mengumumkan laporan bulanan pengeluaran dana BOS dan barang-barang yang dibeli sekolah di papan pengumuman, setiap 3 bulan.
Manfaat pada siswa
Bantuan dana BOS berbentuk buku-buku pelajaran
Bantuan dana BOS berbentuk buku-buku pelajaran
Bantuan dana BOS berbentuk uang tunai.
Resiko Kebocoran
Mudah karena kurang pengawasan.
Cukup sulit karena ada sedikit pengawasan.
Sulit karena banyak yang mengawasi.
Peran orang tua siswa dalam penyusunan APBS (anggaran pendapatan sekolah) dari dana BOS
Rendah
Rendah
Tinggi

            Dari metode may yang digunakan di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat manipulasi terbatas dan sedang panyaluran dana bos sampai tingkat sekolah akan kurang dirasakan manfaatnya oleh siswa miskin yang berhak menerima dana bos itu sendiri. Sedangkan, pada tingkat manipulasi luas penyaluran dana bos sampai sekolah akan lebih bermanfaat bagi siswa yang menerima dana bos tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Dwiyanto. 2009. Public Disobedience/ Telaah Penolakan Publik Terhadap Kebijakan Pemerintah.Gava Media: Yogyakarta.
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik. Gava Media: Yogyakarta
http://bos.kemdiknas.go.id
http://Harian Seputar Indonesia.com
http://hminews.com
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Elex Media Kopunindo: Jakarta.
PP No 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan.
Solichin Abdul Wahab. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UMM Press: Malang.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional